Rabu, 03 Juli 2013

MENENGOK SANG MASKOT DI PULAU KOTOK

Elang Bondol, maskot DKI Jakarta yang berada
di ambang kepunahan.
"Di Pulau Kotok, Anda tak hanya akan menikmati panorama pantai dan bawah laut yang indah tapi juga melihat konservasi elang bondol yang menjadi maskot kota Jakarta" 

Ke mana Anda biasanya berlibur? Ke tempat sejuk dengan lansekap pegunungan? Atau ke tempat panas dengan panorama laut dan pantai? Untuk pilihan pertama Puncak adalah salah satunya karena relatif dekat dan murah. Sedang untuk yang kedua, bila kocek cukup tebal, pilihannya adalah Bali. Tapi bila kantong Anda ‘sedang-sedang saja’ alternatifnya adalah Anyer atau Pulau Seribu. Anyer berjarak cukup jauh dari Jakarta, sekitar 160 kilometer, dengan waktu tempuh lebih dari tiga jam menggunakan mobil atau motor. Sedang Pulau Seribu adalah kawasan wisata yang jaraknya sangat dekat dengan Jakarta. Untuk mencapainya bisa melalui pelabuhan ikan Muara Angke, Kali Adem atau dermaga Marina Ancol dengan berbagai pilihan kapal, mulai dari kapal tradisional, speedboat hingga yacht. Tiket kapal bervariasi dari harga Rp 30 ribu hingga Rp 200 ribu per orang sekali jalan. Tinggal Anda yang memutuskan menurut pertimbangan waktu tempuh, kenyamanan dan sudah tentu kapasitas kantong.   

Di kandang ini Elang Bondol masuk dalam tahap
akhir pelepasliaran. 
Kepulauan Seribu adalah gugusan pulau yang terhampar di Teluk Jakarta—secara administratif merupakan salah satu wilayah kecamatan di Kotamadya Jakarta Utara. Terdiri dari empat kelurahan yaitu Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, Pulau Panggang dan Pulau Kelapa. Selain sebagai permukiman penduduk, lebih dari 100 pulau yang tersebar diperuntukkan sebagai tempat rekreasi dan wisata, cagar alam, penghijauan, perikanan, penelitian, taman arkeologi, perkemahan, olahraga serta rambu lalu lintas laut. Lantas, wisata apa yang ditawarkan kawasan pulau itu untuk para pelancongnya? Jawabannya adalah banyak. Mulai dari sekedar memanjakan mata dan rasa dengan panorama laut serta pantai, memancing, snorkling, menyelam, selancar angin, berenang atau hanya berjemur di terik matahari pagi sambil membaca novel dan menyeruput secangkir kopi. Pendek kata, kita bisa melakukan apa saja yang diinginkan untuk melepaskan kepenatan dan mengembalikan gairah hidup. Keelokan Kepulauan Seribu membuat mantan Presiden RI Soekarno dan Soeharto selalu menyempatkan diri berkunjung ke sana. Soekarno kerap beristirahan di Pulau Ayer dan mengajak para tamu negara seperti mantan presiden Yugoslavia Joseph Tito dan mantan presiden Birma (Myanmar) U Nu. Bahkan menurut cerita penduduk setempat, konon Pulau Kelapa pernah menjadi tempat anjangsana para raja-raja Sunda Pajajaran di masa silam.
Burung hasil sitaan dari berbagai tempat di Jakarta
ditempatkan di kandang karantina. 
Dari sekian banyak pulau di Kepulauan Seribu yang menawarkan ekowisata bahari, Pulau Kotok Besar menawarkan sesuatu yang sedikit berbeda—berjarak 50 kilometer dari dermaga Marina, Ancol, dengan waktu tempuh sekitar 90 menit menggunakan speedboat. Di sana, Anda tak hanya bisa menikmati panorama pantai dan keindahan dunia bawah laut dengan beragam jenis ikan, anemon dan terumbu karang yang memesona, tapi juga bisa melihat pusat rehabilitasi elang bondol (haliastur indus). Selain salak condet, elang bondol adalah maskot ibu kota Jakarta yang keberadaannya sudah diambang kepunahan. Meski sudah dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, namun perburuan terhadap burung yang mampu terbang hingga ketinggian 1500 meter ini tetap berlangsung bahkan di wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu. Di kawasan Jakarta, elang ini sudah dikategorikan punah dan di Kepulauan Seribu sendiri hanya tersisa tak lebih dari 30 ekor. Padahal sekitar 30 tahun lalu jumlahnya masih ribuan. Namun merosotnya jumlah elang bondol secara drastis tak hanya disebabkan oleh perburuan saja tetapi juga faktor gangguan ekosistem yang disebabkan oleh pencemaran sampah yang mencapai belasan ribu meter kubik setiap hari dari 13 sungai di Jakarta. Akibatnya jumlah ikan yang menjadi makanan utama elang bondol semakin menipis.

Sekitar 40 ekor Elang Bondol telah
dilepasliarkan di Kepulauan Seribu.
Sebuah gerbang dengan papan bergambar elang bondol terbang bertuliskan “BIARKAN MEREKA HIDUP DI ALAM BEBAS” menyambut kita memasuki Pulau Kotok Besar. Cicitan mereka yang melengking seperti mengucapkan selamat datang kepada para pengunjung sejak di dermaga. Ada beberapa kandang rehabilitasi berukuran sekitar 25 meter persegi di sana. Diperuntukkan bagi elang bondol yang masih dalam perawatan setelah disita petugas dari para pedagang, kolektor atau penyelundup. Pasca penyitaan biasanya mereka dalam kondisi mengenaskan, dengan beberapa luka di bagian tubuh tertentu, bahkan ada yang tulang sayapnya sengaja dipatahkan supaya tak bisa terbang. Selain itu naluri berburu mereka juga sudah hilang karena terbiasa diberi makan manusia. Yang paling menarik perhatian adalah sebuah kandang besar di pesisir pantai berukuran kira-kira 280 meter persegi dengan bagian bawahnya terendam air laut. Burung-burung di kandang ini masuk dalam program akhir pelepasliaran karena sudah dilatih terbang dan menyambar ikan hidup di permukaan air. Sejak berdiri tahun 2004, pusat rehabilitasi dan pelepasliaran elang bondol di Pulau Kotok Besar, kerjasama antara Jakarta Animal Aid network dan Taman Nasional Kepulauan Seribu, telah merawat sekitar 62 ekor elang bondol dengan 40 ekor di antaranya sudah dilepasliarkan—yang menggembirakan, beberapa di antaranya ada yang membuat sarang di sekitar pulau.

Tanpa upaya konservasi serius nasbinya akan semakin buram. 
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan habitat alami bagi bermacam-macam jenis satwa pemangsa, terutama jenis burung yang makanan utamanya adalah ikan. Ada sekitar 59 jenis burung yang hidup di kawasan itu di antaranya pecuk ular, raja udang biru kecil, cekakak, cangak biru, cangak abu, kuntul perak kecil bluwok dan lainnya. Bahkan satu dari ratusan pulau yang ada dinamakan Pulau Elang (kini Pulau Pramuka), karena dulu merupakan habitat alami bagi elang bondol. Namun, seiring dengan perkembangan penduduk yang kian membludak, keberadaannya pun semakin sulit ditemui di sana 



1 komentar: